Rabu, 05 Januari 2011

KAEDAH EJAAN DAN LAFAL



A.     PENDAHULUAN
     
            Kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara tertulis maupun lisan sangat diperlukan. Kemampuan berbahasa secara tertulis maksudnya kemampuan menerapkan kaidah berbahasa. Sedangkan kemampuan berbahasa Indonesia secara lisan maksudnya kemampuan mengungkapkan gagasan kepada orang lain dengan baik dan tepat melalui bahasa lisan. Dalam hal ini, diantaranya mampu berintonasi dengan benar. Gaya berbicara menarik, memahami lawan bicara dan mengetahui situasi kebahasaan. Dalam penulisan bahasa Indonesia juga kita harus memperhatikannya baik itu penulisan huruf kapita dan sebagainya. Adapun dalam makalah ini kami hanya membatasi pembahasan mengenai pemakaian huruf kapital, penulisan gabungan kata, penulisan keterangan tambahan, penulisan unsur serapan bahasa asing dan mengenai lafal dan bentuk baku saja.












B.     KAIDAH EJAAN DAN LAFAL
1.      Pengertian ejaan dan lafal
Ejaan dapat ditinjau dari dua segi , yaitu : segi khusus dan segi umum. Secara khusus ejaan dapat diartikan sebagai pelambangaan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf maupun huruf yang telah di susun menjadi kata, kelompok kata atau kalimat. Sedangkan secara umum ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang mengatur pelambangan bunyi bahasa, termasuk pemisahan dan pengabungannya, Yang dilengkapi pula dengan penggunaan tanda baca.(mustakim,1992 : 1)
Menurut para ahli bahasa, diantaranya Arifin berpendapat ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan pengabungannya dalam suatu bahasa).
Sedangkan menurut Mustaqim yang di kutip oleh Nurlaili ejaan adalah ketentuan yang mengatur penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar berikut penggunaan tanda bacanya.(1998 : 128). Secara teknis ejaan adalah bagaimana penulisan huruf, penulisan kata dan pemakaian tanda baca (2000 : 170 ).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana menuliskan huruf, menuliskan kata baik penggabungannya maupun pemisahannya, dan penggunaan tanda baca.[1]

2.      Pemakaian Huruf Kapital

a.       Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya :
       Apa maksudnya?,
      Dia sedang makan bakso
      Kita harus bekerja keras
      Pekerjaan itu belum selesai.
b.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!”
c.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya :
Allah
Alkitab
Qur’an
Islam
Yang Mahakuasa
d.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama Gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti dengan nama orang. Misalnya :
 Haji Agus Salim
 Mahaputra Yamin
e.       Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya :
Amir Hamzah
Dewi Sartika
f.     Huruf kapita dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya :
Bulan September
Hari Galungan

g.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya :
Laut Jawa
Asia Tenggara
h.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya :
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan  Rakyat
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
i.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya : Perserikatan Bangsa-Bangsa
j.     Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama, gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya : Dr. doktor, M.A. master of art[2]
k.   Kata petunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan saudara yang digunakan sebagai kata sapaan atau kata ganti orang kedua ditulis dengan huruf kapital.
l.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti.
     Misalnya : Sudahkah Anda tahu ?
                       Surat Anda telah kami terima.
m.   Awal setiap kata yang menyatakan nama buku, nama majalah, judul makalah, judul cerita, judul sajak, dan kepala berita ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata-kata seperti dan, di, tentang, untuk, bagi, kepada, dari, dalam, yang, dan dengan yang tidak mengawali nama atau judul itu.
Contoh: Sengsara Membawa Nikmat, Kelinci dan Harimau, Jawa Pos, Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar.
n.       Kata yang menyatakan bahasa, bangsa, suku atau negara diawali dengan huruf kapital, seperti kata Indonesia dan Inggris. Kata itu ditulis dengan huruf kecil apabila mendapat imbuhan, seperti pada pengindonesaan dan keinggris-inggrisan.
o.      Kata petunjuk jabatan presiden dan wakil presiden yang digunakan untuk menyatakan ‘Presiden Republik Indonesia’ dan ‘Wakil Presiden Republik Indonesia’ ditulis dengan huruf kapital sekalipun kata itu tidak diikuti nama diri.[3]
3.      Penulisan Gabungan Kata
Apabila kita menelaah pemakaian bahasa indonesia seperti surat, surat kabar, majalah, dan buku, kita dapat menemukan penulisan gabungan kata yang belum sesuai dengan ejaan yang resmi berlaku. Kita dapat menemukan gabungan kata seperti terima kasih, tanggung jawab, tanda tangan, orang tua, dan sepak bola ditulis serangkai. Menurut kaidah ejaan resmi, unsur-unsur gabungan kata seperti itu pada umumnya ditulis terpisah. Apabila kita ingin menyatakan jamak dengan pengulangan, pengulangan itu hanya dilakukan pada unsur pertama. Jadi, pengulangan yang benar adalah seperti tanda-tanda tangan, rumah-rumah sakit, dan orang-orang tua, bukan tanda tangan-tanda tangan, rumah sakit-rumah sakit, dan orang tua-orang tua.
Setiap unsur dalam setiap gabungan kata pada kalimat-kalimat yang mempunyai kedudukan yang sama, yang sederajat. Kesederajatan itu terlihat apabila kita, misal, menyisipkan kata dan pada setiap gabungan kata itu : kacau dan balau, sangkut dan paut, sopan dan santun, akal dan budi, dan serah dan terima. Menurut kaedah ejaan resmi, unsur-unsur gabungan kata yang termasuk kelompok ini pun terpisah, tanpa tanda hubung. Berikut ini adalah sejumlah contoh gabungan kata yang termasuk kelompok ini :
gelap gulita                jungkir balik
sungi senyap              lalu lalang
susah payah               hilir mudik
segar bugar                tua muda
simpang siur              jual beli[4]
Dalam bahasa Indonesia ada gabungan kata yang sudah dianggap padu benar. Arti gabungan kata itu tidak dapat dikembalikan kepada arti kata-kata itu.
Contoh: bumiputra; belasungkawa; sukarela; darmabakti; halalbihalal; kepada; segitiga; padahal; kasatmata; matahari; daripada; barangkali; beasiswa; saputangan; dan lain-lain. Kata daripada, misalnya, artinya tidak dapat dikembalikan kepada kata dari dan pada. Itu sebabnya, gabungan kata yang sudah dianggap satu kata harus ditulis serangkai.[5]
4.      Penulisan Keterangan Tambahan
Keterangan tambahan dalam suatu kalimat adalah keterangan yang ditambahkan atau disisipkan dalam kalimat itu. Sebagai tambahan, keterangan itu tidak mempunyai hubungan langsung dengan bagian-bagian kalimat yang lain. Didalam bahasa tulis, ungkapan itu dipisah dengan tanda koma. Contoh :

a)            bergotong-royong masyarakat di daerah itu, misalnya, patut dijadikan teladan.
b)            Masalah yang dikemukakannya, menurut pendapat saya, perlu kita perhatikan.
c)            Beberapa buku yang baru dibelinya, termasuk buku sosiologi, merupakan buku wajib.
d)            Amir, seorang pelajar berbakat, terpilih sebagai pelajar teladan.
e)            Patung proklamator itu dibangun di pegangsaan timur, tempat teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan.
Bagian-bagian kalimat yang bercetak miring merupakan tambahan. Kita dapat mengetahuinya dengan cara sebagai berikut: kita angkat, misalnya, bagian kalimat termasuk buku sosiologi pada kalimat (3), kita lihat apakah kelengkapan makna kalimat menjadi rusak. Apabila kelengkapan makna kalimat itu tidak menjadi rusak, maka bagian kalimat yang kita angkat itu adalah keterangan tambahan.
Keterangan tambahan juga ditulis dengan menggunakan tanda baca yang lain. Mari kita perhatikan kalimat-kalimat berikut ini :
f).  sajak “ Krawang-bekasi” (nama tempat yang terkenal pada masa perjuangan) di tulis oleh Chairil Anwar.
g).    pergilah ke toko buku elang ( kamu tentu tahu di mana toko buku itu) dan belilah buku novel terbaru[6]

5.      Penulisan Unsur Serapan Bahasa Asing
Dalam proses perkembangan bahasa mana pun selalu terjadi “ Peminjaman” dan penyerapan unsur-unsur bahasa asing. Hal ini terjadi akibat adanya hubungan antar bangsa dan kemajuan teknologi, terutama di bidang transportasi dan komunikasi.
Yang dimaksud dengan kata asing ialah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa Indonesia. Contohnya, kata-kata seperti option dan stem.  Sedangkan kata-kata atau unsur-unsur serapan ialah unsur-unsur bahasa asing yang telah disesuaikan dengan wujud/ struktur bahasa Indonesia. Kata-kata semacam ini dalam proses marfologi diperlukan sebagai kata asli. Banyak di antara kata-kata serapan ini yang sudah tidak terasa lagi keasingannya. Kata-kata seperti  pelopor, dongkrak, saklar, dan sebagainya adalah contoh-contoh semacam itu.
Bacalah kutipan berikut !
Tetapi moral dari dongeng ini berjumlah diceritakan. Moral di sini ialah bahwa pertapa pertama yang pengamat, penemu yang tajam, pertapa kedua yang penuh pikir, dan penonton yang menjadi hakim tidaklah mewakili individu yang berbeda melainkan emapt kaedah mental yang terdapat dalam satu individu yang terlatih dalam ilmu (W.M. Davis dalam  Jujun S. Suriasumantri, 1981 : 63).
Kata-kata yang di tulis miring pada kutipan di atas merupakan unsur serapan. Sebagian sudah tidak terasa keasingannya dan sudah menjadi perbendaharaan kata populer.
Unsur-unsur serapan itu lebih-lebih kata asing harus digunakan secara berhati-hati. Makna dan cara penulisannya harus dipahami dengan benar. Kita sering mendengar atau membaca kata-kata semacam itu yang sering digunakan tidak tepat.
Contoh.
Favorit, hobi, logis, praktis, asosiasi, ekonomis.
Tidak tepat       : Saya hobi membaca novel.
Seharusnya       : Hobi saya membaca novel. [7] 
Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.
Pertama, unsur yang sepenuhnya belum terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshufflle, shuttle cock, unsur-unsur ini  dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia diusahakan agar ejaan asing hanya diubah seperlunya hingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.[8]



6.      Lafal dan Bentuk Baku
Lafal dan bentuk baku adalah lafal dan bentuk yang digunakan dalam situasi resmi, misalnya situasi ketika kita mengajar di depan kelas, berceramah dan berpidato di depan peserta seminar. [9]
Ragam bahasa baku (standar) ialah ragam bahasa yng dipergunakan kelas terpelajar di dalam masyarakat. Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, guru, dokter, penulis, dan sebagainya. Ragam bahasa baku dapat dikenali dari kata-kata maupun struktur kalimat yang digunakan. Kata-kata baku dan nonbaku dapat dikenali dari pilihan, ejaan atau bentuknya. Perhatikan  pasangan-pasangan berikut :
Baku                                  nonbaku
a)      kaidah                          kaedah             (ejaan)
b)      ke mana                       kemana            (ejaan)
c)      tidak                             enggak             (pilihan)
d)   berkata                         ngomong          (pilihan)
e)   memikirkan                   mikirin              (bentuk)
f)    membuat                      bikin                 (pilihan)
g)   mengapa                       kenapa, ngapain (pilihan)
Adapun fungsi bahasa baku secara umum adalah sebagai berikut :
1)      pemersatu, pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan sekelompok orang menjadi satu kesatuan masyarakat bahasa.
2)      Pemberi kekhasan, pemakaian bahasa baku dapat menjadi pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya.
3)      Pembawa kewibawaan, pemakaian bahasa baku dapat memperlihatkan kewibawaan pemakaiannya.
4)      Kerangka acuan, bahasa baku menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau sekelompok orang.
SIMPULAN

Dari penjelasan makalah di atas dapat kita simpulkan bahwa ejaan, pemakaian huruf kapital,penulisan kata gabungan, penulisan keterangan tambahan, unsur serapan  bahasa asing dan bentuk baku. sangat perluh sekali diperhatikan. Ejaan yang Disempurnakan merupakan aturan-aturan atau kaidah-kaidah bagaimana cara menuliskan huruf, kata, dan menempatkan tanda baca dalam tulisan. Hal ini sangat penting dalam tulis menulis. Jika EYD belum kita kuasai, maka akan kesulitan dalam membuat suatu tulisan yang baik dan benar sesuai pedoman EYD.

























DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah. Sabarti  Dkk. 1992. pembinaan kemampuan menulis bahasa Indonesia Jakarta : Erlangga

Arifin.E. zainal.Dkk. 2008 Cermat Berbahasa Indonesia untuk perguruan tinggi. Jakarta : Akapress
Nurlaili.TT. Pedoman  Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnkan. Palembang : Rafah press.
Waridah. Ernawati. 2008. EYD & seputar kebahasaan-indonesiaan. Jakarta : kawan pustaka .


[1]  Nurlaili, Ejaan Yang Disempurnkan, (Palembang : Rafah press,) halm, 7
[2] Ernawati Waridah, EYD & seputar kebahasaan-indonesiaan, (Jakarta : kawan pustaka : 2008), halm, 6-9
[3] Effendi, panduan berbahasa Indonesia, (Jakarta : pustaka jaya : 1995),halm, 191
[4] Ibid, hal, 192-193
[6] Op.cit, Effendi, halm. 196-197
[7] Sabarti Akhadiah. Dkk, pembinaan kemampuan menulis bahasa Indonesia (Jakarta : Erlangga, 1992), halm. 90-91
[8] E. zainal aripin, Dkk, Cermat Berbahasa Indonesia untuk perguruan tinggi, (Jakarta : Akapress: 2008),halm, 195
[9] Loc.Cit, effendi, hal. 226
10. ibid,halm, 94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar